- MASALAH
Pandemi Virus COVID-19 yang menyebar secara cepat membuat banyak orang akhirnya bekerja di luar kantor alias di rumah atau Work From Home (WFH), yakni demi menghindari penyebaran virus tersebut lebih lanjut. Begitupun ketetapan ini juga berlaku bagi para pegawai yang bekerja pada instansi pemerintah yaitu Aparatur Sipil Negara (disingkat ASN).
Seiring kebijakan yang sudah ditentukan pemerinntah, melalui Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN-RB), menimbulkan beberapa kebijakan baru yang memberatkan ASN dan PNS. Diantaranya :
- PNS Kerja dari Rumah
Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN-RB), Tjahjo Kumolo, sebelumnya mengatakan bahwa menurut Surat Edaran (SE) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja PNS dalam Upaya Pencegahan Covid-19 di Lingkungan instansi pemerintah dilakukan hingga 31 Maret 2020.
“Pelaksanaan tugas kedinasan di tempat tinggal sebagaimana dimaksud, dilakukan sampai dengan tanggal 31 Maret 2020 dan akan dievaluasi lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan” ucap Tjahjo dalam konferensi pers, Senin (16/03/2020).
Namun kini, Kementerian PANRB kembali menerbitkan Surat Edaran Menteri PANRB Nomor 34 Tahun 2020 tentang perubahan atas Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Reformasi Birokrasi Nomor 19 Tahun 2020. Isi dari SE ini adalah perpanjangan WFH hingga 21 April 2020.
Tapi, dalam pelaksanaannya, ada beberapa syarat yang wajib dipatuhi. Salah satunya PNS harus berada di rumah atau tempat tinggal masing-masing, kecuali keadaan mendesak. Artinya, PNS tak boleh berjalan-jalan atau bekerja di tempat lain selain di rumah.
- ASN Dilarang Cuti
Pemerintah melarang Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS mengajukan cuti jika tidak dalam keadaan terdesak.
Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) PANRB Nomor 46 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Keluar Daerah dan/atau Kegiatan Mudik dan/atau Cuti bagi Aparatur Sipil Negara Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Kecuali, bagi beberapa PNS dalam keadaan atau kondisi tertentu. Bisa mendapatkan izin dengan alasan cuti melahirkan, cuti sakit, ataupun cuti karena alasan penting bagi PNS misalnya ada salah satu anggota keluarga inti (ibu, bapak, isteri atau suami, anak, adik, kakak, mertua, atau menantu) dari PNS yang bersangkutan sakit keras atau meninggal dunia.
Apabila masih ada yang mengajukan cuti yang tidak memenuhi aturan atau tidak berkoordinasi, maka menurut menteri Tjahjo, sesuai PP Nomor 53 Tahun 2020, ada tiga jenis kategori pelanggaran yakni ringan, sedang dan berat.
Untuk PNS yang cuti dan mudik akan diberikan sanksi sedang, dan akan mendapatkan ganjaran berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun, penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun.
- ASN dilarang Mudik
Selanjutnya, menurut Surat Edaran yang dikeluarkan menteri PAN-RB Nomor 46 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian ke Luar Daerah dan/atau Kegiatan Mudik dan/atau Cuti bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Corona.
Dengan tegas Menteri Tjahjo Kumolo meminta ASN dilarang untuk mudik, bahkan mengajukan cuti di tengah pandemi Corona ini.
Apabila terdapat Aparatur Sipil Negara yang melanggar hal tersebut, maka yang bersangkutan diberikan hukuman disiplin sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2020 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 Tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan perjanjian kerja, demikian salah satu bunyi poin surat tersebut, Kamis (9/4/2020).
Menurut Tjahjo, sesuai PP Nomor 53 Tahun 2020, ada tiga jenis kategori pelanggaran yakni ringan, sedang dan berat. Bagi PNS yang nekat mudik akan dikenakan sanksi kategori sedang berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun, penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun.
- Gaji ASN terancam dipotong
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah melakukan beberapa pertimbangan terkait pembayaran gaji ke-13 dan Tunjangan Hari Raya (THR) untuk ASN. Pertimbangan itu dilakukan dikarenakan beban keuangan negara saat ini begitu besar akibat pandemic virus corona.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan pada Senin (6/4), pembayaran keduanya telah dikaji secara luas oleh pemerintah bersama dengan Presiden Joko Widodo. Mengingat, anggaran negara sudah digelontorkan kepada dunia usaha serta bantuan sosial untuk meredam dampak virus corona.
Kendati begitu, menteri Sri itu tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai skema pembayaran gaji ke-13 dan THR kepada ASN apakah bakal dipangkas besarannya atau ditunda penyalurannya.
Sementara itu, menurut Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim, yang akrab disapa MRR, mengatakan kepada Liputan6.com, Selasa (7/4), bahwa THR merupakan hal pokok bagi guru. Oleh sebab itu, MRR menyarankan pemerintah untuk memangkas anggaran lainnya saja, seperti berbagai tunjangan lain, yakni tunjangan kinerja atau tunjangan profesi guru bagi guru.
Ramli, menilai dengan memangkas tunjangan lain, dianggap lebih akan lebih efisien jika anggaran untuk program-program yang gagal tersebut uang dipangkas.
Sedangkan menurut ekonom sekaligus Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Piter Abdullah mengatakan, sangat disayangkan jika dalam kajian yang dilakukan pemerintah berbuntut pada penundaan pembayaran gaji ke-13 dan pemberian THR. Sebab, itu makin memperburuk keadaan di tengah penyebaran virus Corona.
Piter memaklumi kondisi APBN saat ini sedang tertekan akibat pelebaran defisit dalam rangka meningkatkan stimulus, baik dalam rangka membantu masyarakat terdampak maupun untuk menjaga perekonomian.
Namun, bukan berarti pemerintah menunda kewajibannya dalam memberikan gaji ke-13 hingga THR. Pemerintah jangan tanggung untuk menambah anggaran, karena pelebaran defisit sudah bisa dipastikan. Ia menilai tambahan sedikit untuk membayar THR dan gaji ke-13 tidak akan memperburuk defisit yang sudah diputuskan lebih besar.
- ANALISA
Berkaitan dengan diagram Fishbone/Ishikawa diatas bisa dijelaskan dengan sebab-akibat yang ditimbulkan oleh Kebijakan-kebijakan pemerintah saat Pandemi Covid-19 terhadap kinerja pekerja sektor publik, adapun pembahasannya dijelaskan sebagai berikut.
Kebijakan pemerintah yang menerapkan Work From Home bagi para ASN, tentunya memiliki sejumlah dasar pertimbangan dan acuan dalam pemutusan kebijakannya. Namun banyak faktor yang menghambat kinerja ASN dalam metode kerja ini. Lebih dari 1 bulan para ASN ini menemukan kendala-kendala seperti sulitnya bertemu secara fisik sebagai makhluk sosial, sehingga menyebabkan kesalahan informasi baik dalam bentuk data maupun prosedur pelaksanaan kerja di setiap instansi. Motivasi untuk melakukan pelayanan terbaik terhadap publik juga masih kurang disadari dan menjadi acuan untuk para ASN. Mereka hanya melakukan tindakan-tindakan yang sebatas memenuhi formalitas dalam bekerja saja dalam kondisi darurat seperti ini, dimana integritas yang tinggi dibutuhkan pada kondisi ini. Selain itu faktor kebosanan dari rutinitas, kondisi dan lingkungan bekerja di rumah juga berpengaruh pada kreatifitas dan semangat kerja para ASN tersebut.
Selain dari faktor internal, faktor eksternal juga disinyalir menjadi penghambat kinerja para ASN. Ketidakadaan atau ketidaklengkapan sarana dan prasarana di rumah untuk menunjang pekerjaan mereka menjadi penghambat kinerja mereka dalam melayani publik secara baik. Tingkat kondusifitas bekerja di rumah juga menjadi unsur penentu efektifitas kerja ASN. Rumah atau Kos yang sejatinya digunakan untuk tempat istirahat dan berkumpul keluarga tiba-tiba menjadi ‘lahan’ bagi para ASN untuk bekerja, tentu saja tidak semua dari mereka memiliki tempat tinggal yang kondusif untuk bekerja, gangguan mulai dari anggota keluarga yang lain seperti Suami, Istri, Orang Tua, Anak, Tetangga Dll menjadi penentu efektifitas kerja para ASN. Penerapan metode kerja Work From Home ini yang tak disangka-sangka oleh berbagai pihak ini tentunya memiliki aturan-aturan yang memang belum disiapkan sebelumnya. Salah satunya adalah biaya operasional dalam metode WFH ini. Pelaksanaan metode yang memerlukan konsumsi internet dan listrik salah satunya juga menjadi satu aspek yang harus diperhatikan, diperlukan aturan atau kebijakan khusus yang mengatur ini dan tidak hanya pemerintah hanya membebankan ini kepada para ASN-nya saja dengan dalih status darurat namun pada kemudian hari terabaikan pertanggung-jawabannya.
Work From Home bukanlah liburan bagi para ASN, walaupun mereka tidak harus pergi ke kantor untuk bekerja dan cukup bekerja dari rumah, namun banyak batasan-batasan yang ditetapkan oleh para pembuat kebijakan yang mau tidak mau harus dipatuhi oleh para ASN. Sanksi-sanksi administratif yang sangat berat menanti bagi para ASN yang melanggar batasan / larangan yang telah ditetapkan. Terlebih larangan dan batasan tersebut menyinggung budaya dan perilaku sehari-hari para ASN yang juga merupakan bagian dari masyarakat indonesia sendiri. Masyarakat indonesia merupakan masyarakat agamis yang dimana melihat pada pancasila sila pertama yang menyebutkan “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam prakteknya sehari-hari masyarakat atau para ASN tidak terlepas dari agama atau tradisi beragama yang lekat sejak lama, semenjak pandemi ini berlangsung pemerintah membatasi kegiatan beragama di Indonesia sehingga para ASN pun terbatasi kebutuhan rohani yang dimana itu merupakan hal yang esensial bagi setiap orang sebagai panduan hidup, kondisi ini juga disinyalir sebagai faktor penghambat efektifitas kinerja para ASN saat ini. Selain kebutuhan rohani, budaya masyarakat pun menjadi salah satu faktor yang menentukan efektiftas kerja ASN, dalam budaya kita terkenal dengan istilah mudik yang menjadi rutinitas masyarakat atau para ASN tiap tahunnya. Kebijakan pemerintah yang melarang ASN untuk mudik merupakan salah satu faktor menurunkan semangat dan gairah kerja para ASN dimana salah satu tujuan mereka bekerja adalah untuk dapat berkumpul dan bersilaturahmi bersama sanak keluarga di kampung halaman.
Kebijakan pemerintah juga merupakan aspek terpenting dalam menentukan efektifitas kerja para ASN. Pemilihan kebijakan yang tepat pada saat kondisi darurat seperti ini akan menjadi kunci utama dalam efektifitas pelayanan publik juga penanganan pandemi atau wabah COVID-19 di Indonesia. Wacana pemotogan gaji dan tunjangan hari raya (THR) di provinsi jawa barat bisa dibilang merupakan boomerang bagi pemerintahan provinsi jawa barat (pemprov jabar) karena selain menurunkan semangat kerja dan efektifitas kerja juga merupakan kebijakan yang cacat hukum Dalam Pasal 3 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2019 disebut penghasilan ASN/ TNI/ Polri tidak dikenakan potongan iuran dan/atau potongan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.[1] Ketidakpastian keputusan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga menjadi faktor yang mempengaruhi kinerja para ASN, pemerintah pusat dan pemerintah daerah seolah saling lempar tanggung jawab dalam penanganan pandemi ini yang tenntunya juga berpengaruh pada pengambilalihan kebijakan bagi para ASN. Proses pengambilan dan penerapan juga dirasa tidak serentak dan tidak menunjukan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah.
- SOLUSI
Dengan segala keterbatasan serta kondisi yang harus dihadapi pemerintah dalam penanganan Covid-19, pemerintah perlu untuk memahami dan mendukung metode Work For Home yang dijalani ASN. Peninjauan dari sisi humanis perlu dikaji ulang seperti pemberian briefing setiap hari untuk menyemangati dan mengkonsolidasi kinerja para ASN dalam kondisi kerja darurat yang belom disiapkan sebelumnya. Lalu juga penyempurnaan sistem interaksi kerja perlu diperhatikan untuk meminimalisir kesalahan kerja atau informasi.
Pendataan kelengkapan kerja serta pemenuhan fasilitas kerja juga perlu dilakukan pemerintah segera untuk mendukung keefektifan kerja para ASN ditengah pandemi Covid-19. Membuat anggaran khusus biaya operasional Work From Home mau tidak mau dilakukan oleh pemerintah untuk mendukung kerja ASN agar tidak semakin terbebani dalam kondisi darurat ini.
Larangan untuk mudik sebaiknya diberlakukan tidak hanya kepada ASN namun ke seluruh aspek masyarakat sehingga penanganan pandemi ini optimal, karena tidak dipungkiri kecemburuan sosial dari ASN melihat aspek masyarakat lain dapat bertemu dengan keluarganya juga dapat menjadi faktor efektifitas kerja ASN. Pembatasan kegiatan ibadah di tempat umum juga harus dipertegas agar tidak ada kecemburuan sosial dan juga menekan penyebaran atau kegiatan sosial masyarakat (termasuk ASN) dalam rangka penanganan pandemi ini.
Pemerintah baik pusat atau daerah harus lebih bersinergi dan berkonsolidasi dalam pengambilan kebijakan terutama yang berkaitan dengan urusan metode kerja Work From Home ASN. Karena tidak dipungkiri peran ASN dalam rangka membantu menuntaskan pandemi Covid-19 sangat vital, maka kebijakan-kebijakan yang diambil harus pro dan mendukung kinerja para ASN dirumah. Segala informasi mengenai kebijakan untuk ASN harus dapat cepat, mudah, dan transparan didapat oleh ASN, supaya para ASN dapat bekerja dengan optimal di rumahnya. Isu pemotongan gaji atau penundaan THR ataupun gaji ke-13 di kondisi ini harus diredam atau tidak ada sama sekali dalam rangka mendukung keefektifan Work From Home para ASN. Pemerintah dan instansi terkait tetap harus menjaga kondusifitas kerja para ASN.
[1] Pasal 3 ayat 5, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2019