DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
A. DEFINISI
Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.
B. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang pokok-pokok kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang pokok-pokok kepegawaian;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004;
4. Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1966 Tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai Politik;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
13. Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
14. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Jawa Barat;
15. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 64 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pakaian Dinas Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat;
16. Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Ketentuan Hari Dan Jam Kerja Instansi Pemerintah Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat;
17. Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 474.2/Kep.480-BKD/2009 Tanggal 1 April 2009 Tentang Tim Pelaksana Penyelesaian Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat; dan
18. Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 860.5/Kep.1349-BKD/2010 Tanggal 7 Oktober 2010 Tentang Tim Pembina Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
C. MAKSUDDAN TUJUAN
MAKSUD
Untuk mewujudkan PNS yang handal, professional dan bermoral sebagai penyelenggara pemerintahan yang menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (good governance), maka PNS sebagai unsur Aparatur Negara di tuntut untuk setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan pemerintah serta bersikap disiplin, jujur, adil, transparan dan akuntabel dalam melaksanakan tugas.
TUJUAN
1. Untuk lebih terjaminnya ketertiban dan kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi PNS;
2. Mendorong peningkatan kinerja dan perubahan sikap dan perilaku PNS;
3. Meningkatkan kedisiplinan PNS;
4. Meningkatkan tanggung jawab PNS;
5. Mempercepat proses perubahan kearah peningkatan profesionalisme dalam bekerja;
D. ASPEK KEWAJIBAN DAN LARANGAN
1. KEWAJIBAN
Setiap PNS wajib :
a. Mengucapkan sumpah/janji PNS;
b. Mengucapkan sumpah/janji jabatan;
c. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah
d. Menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab;
f. Menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah dan martabat PNS;
g. Mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan sendiri, seseorang dan/atau golongan;
h. Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan;
i. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan negara
j. Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keaman, keuangan dan materil;
k. Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
l. Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;
m. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan sebaik-baiknya;
n. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
o. Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;
p. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karir; dan
q. Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
2. LARANGAN
Setiap PNS dilarang :
a. Menyalahgunakan wewenang;
b. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;
c. Tanpa izin pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
d. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing;
e. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, meyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik Negara secara tidak sah;
f. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara;
g. Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan;
h. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
i. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
j. Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
k. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
l. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara :
1. Ikut serta sebagai pelaksana kampanye;
2. Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;
3. Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau
4. Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.
m. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara :
1. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
2. Mengadakan kegiatan mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
n. Memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto copi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan; dan
o. Memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara :
1. Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
2. Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
3. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
4. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
p. Menjadi anggota dan/atau pengurus Partai Politik.
E. HUKUMAN DISILIN
Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.
1. Umum
a. PNS dan CPNS yang tidak menaati kewajiban atau melanggar larangan dijatuhi Hukuman Disiplin
b. Setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang melanggar kewajiban dan larangan dijatuhi hukuman disiplin
c. Dengan tidak megesampingkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, PNS yang melakukan pelanggaraan disiplin dijatuhi hukuman disiplin
2. Jenis Hukuman Disiplin
a. Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari :
1) Teguran lisan;
2) Teguran tertulis; dan
3) Pernyataan tidak puas secara tertulis.
b. Jenis hukuman sedang terdiri dari :
1) Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
2) Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (tahun) tahun; dan
3) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
c. Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari :
1) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
2) Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
3) Pembebasan dari jabatan;
4) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, dan
5) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
3. Penjatuhan Hukuman Disiplin
a. Penjatuhan Hukuman Disiplin bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah :
1) Tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 5 (Lima) hari kerja, dikenakan hukuman disiplin Teguran Lisan;
2) Tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 6-10 hari kerja, dikenakan hukuman disiplin Teguran Tertulis;
3) Tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 11-15 hari kerja, dikenakan hukuman disiplin Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis;
4) Tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 16-20 hari kerja, dikenakan hukuman disiplin Penundaan Kenaikan Gaji Berkala Selama 1 (Satu) Tahun;
5) Tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 21-25 hari kerja, dikenakan hukuman disiplin Penundaan Kenaikan Pangkat Selama 1 (Satu) Tahun;
6) Tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 26-30 hari kerja, dikenakan hukuman disiplin Penurunan Pangkat Setingkat Lebih Rendah Selama 1 (Satu) Tahun;
7) Tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 31-35 hari kerja, dikenakan hukuman disiplin Penurunan Pangkat Setingkat Lebih Rendah Selama 3 (Tiga) Tahun;
8) Tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 36-40 hari kerja, dikenakan hukuman disiplin Pemindahan Dalam Rangka Penurunan Jabatan Setingkat Lebih Rendah Bagi PNS Yang Menduduki Jabatan Struktural Atau Fungsional Tertentu;
9) Tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 41-45 hari kerja, dikenakan hukuman disiplin Pembebasan Jabatan;
10)Tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 hari kerja atau lebih, dikenakan hukuman disiplin Pemberhentian Dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri Atau Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Sebagai PNS.
b. Penjatuhan Hukuman Disiplin bagi PNS yang tidak menaati ketentuan jam kerja tanpa alasan yang sah :
Terlambat masuk kerja dan/atau pulang cepat tanpa keterangan yang sah secara kumulatif jumlahnya menjadi 7½ (Tujuh Setengah) jam dikonversikan sama dengan 1 (Satu) hari tidak masuk kerja;
c. Pejabat yang berwenang menghukum wajib menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin apabila pejabat yang berwenang menghukum tetapi tidak menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melanggar disiplin, maka pejabat tersebut dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat atasannya sama dengan hukuman yang seharusnya dijatuhkan kepada bawahannya;
F. IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PNS
1. PNS PRIA YANG AKAN BERISTRI LEBIH DARI SEORANG.
a. PNS yang akan beristri lebih dari seorang, wajibmemperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari Pejabat;
b. Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang, wajib memberikan pertimbangan kepada Pejabat;
c. Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang, wajib menyampaikannya kepada Pejabat melalui saluran hirarki selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin tersebut;
d. Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin tersebut; dan
e. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan pejabat tidak menetapkan keputusan yang sifatnya tidak mengabulkan atau tidak menolah permintaan ijin PNS di lingkungannya untuk beristri lebih dari seorang, maka dalam hal demikian Pejabat tersebut dianggap telah menolak permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang yang disampaikan oleh PNS bawahannya dan ternyata merupakan kelalaian dari Pejabat, maka Pejabat yang bersangkutan dikenakan hukuman disiplin.
2. PEGAWAI NEGERI SIPIL WANITA TIDAK DIIJINKAN MENJADI ISTRI KEDUA/ KETIGA/ KEEMPAT.
a. Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diijinkan menjadi istri kedua/ketiga/keempat; dan
b. Seorang wanita yang berkedudukan sebagai istri kedua/ketiga/keempat dilarang menjadi Pegawai Negeri Sipil.
3. PERCERAIAN
a. PNS yang akan melakukan perceraian, wajib memperoleh ijin tertulis atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat;
b. PNS baik pria maupun wanita yang akan melakukan perceraian dan berkedudukan sebagai penggugat, wajib memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari pejabat;
c. PNS baik pria maupun wanita yang akan melakukan perceraian dan berkedudukan sebagai tergugat, wajib memberitahukan secara tertulis adanya gugatan dari suami atau istrinya melalui saluran hirarki kepada Pejabat untuk mendapatkan surat keterangan, dalam waktu selambat-lambatnya enam hari kerja setelah ia menerima gugatan perceraian;
d. Suami istri yang akan melakukan perceraian dan keduanya berkedudukan sebagai PNS baik dalam satu lingkungan departemennya/Instansi maupun pada departemen/instansi yang berbeda, masing-masing PNS tersebut wajib memperoleh ijin tertulis atau surat keterangan lebih dahulu ari Pejabat;
e. PNS hanya dapat melakukan perceraian apabila ada alasan yang sah yang dikuatkan dengan bukti, yaitu salah satu alasan atau lebih sebagai berikut:
1) Salah satu pihak berbuat zina;
2) Salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan;
3) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah serta tanpa memberikan nakfah lahir maupun batin atau karena hal lain di luar kemampuannya;
4) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus-menerus setelah perkawinan berlangsung;
5) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin yang membahayakan pihak lain;
6) Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
f. Tata cara penyampaian pemberitahuan adanya gugatan perceraian dari suami/sitri tersebut dilaksanakan sebagaimana halnya penyampaian surat permintaan ijin perceraian;
g. Setiap atasan dan pejabat yang menerima surat pemberitahuan adanya gugatan perceraian harus melaksanakan tugas dan wewenangnya seperti dalam hal menerima permintaan ijin perceraian, yaitu wajib merukunkan kembali kedua belah pihak dan apabila perlu dapat memanggil atau meminta keterangan dari pihak-pihak yang bersangkutan;
h. Untuk membantu Pejabat dalam melaksanakan kewajibannya agar dibentuk Tim Pelaksana di lingkungan Provinsi Jawa Barat;
i. Pejabat harus memberikan surat keterangan untuk melakukan perceraian kepada setiap PNS yang menyampaikan surat pemberitahuan adanya gugatan;
j. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan Pejabat tidak juga menetapkan keputusan yang sifanya tidak mengabulkan atau tidak menolak permintaan ijin untuk melakukan perceraian atau tidak memberikan surat keterangan untuk melakukan perceraian kepada PNS yang bersangkutan, maka dalam hal demikian Pejabat tersebut dianggap telah menolak permintaan ijin perceraian yang disampaikan oleh PNS bawahannya, dan apabila ternyata semata-mata merupakan kelalaian dari Pejabat, maka pejabat yang bersangkutan dikenakan hukuman disiplin;
k. Apabila usaha untuk merukunkan kembali tidak berhasil dan perceraian itu terjadi atas kehendak PNS pria, maka ia wajib menyerahkan bagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya, hak atas bagian gaji untuk bekas istri tidak diberikan, apabila perceraian terjadi karena istri terbukti telah berzina dan atau istri terbukti telah melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap suami dan atau istri terbukti menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan dan atauistri terbukti telah meninggalkan suami selama dua tahun berturut-turut tanpa ijin suami dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya
l. PNS yang diwajibkan menyerahkan bagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya, wajib membuat pernyataan tertulis;
m. Meskipun perceraian terjadi atas kehendak istri yang bersangkutan, haknya atas bagian gaji untuk bekas istri tetap diberikan apabila ternyata alasan istri mengajukan gugatan cerai karena dimadu, dan atau karena suami terbukti telah berzina, dan atau suami terbukti telah melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap istri, dan atau suami terbukti telah menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan dan/atau suami terbukti telah meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut tanpa ijin istri dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;
n. Yang dimaksud dengan gaji adalah penghasilan yang diterima oleh suami dan tidak terbatas pada penghasilan suami pada waktu terjadinya perceraian;
o. Bendaharawan gaji wajib menyerakan secara langsung bagian gaji yang menjadi hak bekas istri dan anak-anaknya sebagai akibat perceraian, tanpa lebih dahulu menunggu pengambilan gaji dari PNS bekas suami yang telah menceraikannya;
p. Bekas istri dapat mengambil bagian gaji yang menjadi haknya secara langsung dari Bendaharawan gaji, atau dengan surat kuasa, atau dapat meminta untuk dikirimkan kepadanya; dan
q. Apabila ada gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak istri dan setelah dilakukan upaya merukunkan kembali oleh Pejabat tidak berhasil, maka proses pemberian ijin agar diselesaikan secepatnya mematuhi dan sesuai dengan ketentuan jangka waktu yang telah ditentukan.
4. HIDUP BERSAMA DI LUAR IKATAN PERKAWINAN YANG SAH.
a. Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama di luar ikatan perkawinanyang sah;
b. Yang dimaksud hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah adalah melakukan hubungan sebagai suami istri dengan wanita yang bukan istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya yang seolah-olah merupakan suatu rumah tangga;
c. Setiap pejabat yang mengetahui atau menerima laporan adanya Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya melakukan hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah, wajib memanggil Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk diperiksa;
d. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh Pejabat atau Pejabat lain yang ditunjuk olehnya dan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan; dan
e. Apabila dari hasil pemeriksaan itu ternyata bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan memang benar melakukan hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin berat.
KETENTUAN HARIKERJA
Hari kerja di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat di tetapkan 5 (lima) hari kerja,yaitu mulai hari Senin sampai dengan Jumat dengan jumlah jam kerja efektif selama 37,5 jam per minggu untuk melaksanakan tugas pokok kedinasan di luar istirahat dan olah raga.
KETENTUAN JAM KERJA
Jam kerja di tetapkan mulai pukul 07.30 sampai dengan pukul 16.00 WIB dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Hari Senin sampai dengan hari Kamis:
Masuk kerja : Pukul 07.30 WIB
Istirahat : Pukul 12.00 – 12.45 WIB
Pulang Kerja : Pukul16.00 WIB
b. Hari Jumat:
Masuk kerja : Pukul 07.30 WIB
Olah raga : Pukul 07.30 – 08.30 WIB
Istirahat : Pukul 11.30 – 12.30 WIB
Pulang Kerja : Pukul16.00 WIB
Setiap hari kerja seluruh PNS diwajibkan untuk mengikuti apel pagi pada pukul 07.30 WIB dan apel sore pada pukul 16.00 WIB
Sumber : BKD Prov Jabar
Penulis : agustinus